pembukaan mapaba foto oleh sahabat Tola'atuzzakiyyah/Media Pergerakan PMII UIN SUSKA
PMII UIN SUSKA: Adzan
maghrib berkumandang(29/9), mengantarkan angkot hijau dan beberapa sepeda motor
dari sebuah kampus islam terbesar di Sumatera. Iya, UIN Sultan Syarif Kasim.
Angkot hijau dan beberapa sepeda motor itu menurunkan sebanyak 39 peserta
MAPABA PMII RAFATAR (Rayon Fakultas Tarbiyah dan keguruan) di sebuah gedung
Hijau, gedung PWNU Riau. para peserta MAPABA ini merupakan generasi kedua
MAPABA RAFATAR UIN Suska Riau. mereka akan mendapatkan penggemblengan mengenai
organisasi PMII dan Ahlussunnah Wal Jamaah.
Acara ini
dibuka oleh sahabat Rizal Fahmi selaku Sekretaris PK PMII UIN Suska Riau,
didalam sambutannya beliau mengatakan bahwa “Organ PMII merupakan satu-satunya
Organ Kemahasiswaan yang menjadikan ASWAJA sebagai Manhaj Al-Fikr” beliau juga
meghimbau kepada seluruh mahasiswa calon anggota baru PMII agar serius dan
totalitas dalam mengikuti proses di dalam Organ Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia(29/9).
Berdasarkan
wawancara Tim Media Pergerakan kepada sahabat Ikhlas Musawwibah selaku
Bendahara PK PMII UIN Suska Riau beliau berkata. “acara mapaba yang diadakan
PMII Merupakan upaya terbaik dalam menjaga NKRI, sebab PMII merupakan
organisasi kemahasiswaan yg berlandaskan pancasila serta komitmen
memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Republik indonesia. Hal ini sesuai dengan
tujuan berdirinya yang terdapat dalam AD/ART PMII. Memapabakan mahasiswa sama
halnya PMII menyiapkan pejuang-pejuang yang akan menjaga Indonesia”(29/9).
Acara ini belangsung selama
sehari semalam beragendakan beberapa materi yaitu; ke-PMIIan, NDP (niai dasar
pergerakan), Mahasiswa dan Tanggung Jawab Sosial, ASWAJA (Ahlussunnah Wal
jamaah), Antropologi Kampus, dan Study Gender. Selain materi terkonsep pula
agenda outbond, games, dan Car Free Day karena bertepatan pada hari
minggu. Rencananya acara ini akan ditutup minggu sore (30/9) dengan pengesahan
anggota PMII RAFATAR yang ke-2.
Menurut ketua panitia Rahmat
Ramadhan sebenarnya acara ini sudah terkonsep dari dua minggu sebelumnya,para
panitia sangat antusias untuk mempersiapkan kesuksesan acara tersebut, para
panitia juga menghadirkan para pemateri-pemateri senior dan berkualitas dalam
bidangnya. “kami berharap hasil dari meMAPABAkan para mahasiswa fakultas
tarbiyah membuat para mahasiswa membuka mata bahwa berorganisasi adalah sebuah
kewajiban dalam kehidupan kampus, dan meneguhkan kekuatan Islam berlandaskan
Ahlussunah Wal Jamaah di Indonesia ini” tutur ketua panitia.(MTA/MP)
PMII UIN SUSKA: Demi keberlangsungan kaderisasi di tubuh organ Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia UIN SUSKA Riau. Maka diadakanlah MAPABA (Masa Penerimaan Anggota Baru) Raya PMII UIN SUSKA Riau. (Jum'at/07/09/2018).
MAPABA Raya PMII KOMISARIAT UIN SUSKA Riau kali ini mengusung tema ''Menyiapkan Generasi Setia Organisasi, yang Berjiwa Cinta (Cerdas, Ilmiah, Nasionalis, Teguh dan Agamis). Adapun acara MAPABA Raya PMII UIN Suska ini diadakan selama 3 hari dua malam. Acara ini juga dihadiri oleh beberapa tokoh founding father PMII dari berbagai latar belakang kampus di Indonesia.
Dari hasil wawancara dengan Ketua Panitia MAPABA, Sahabat M. Ridwan Lubis. Beliau berkata bahwa "acara ini sengaja diadakan selama tiga hari karena mengingat selama ini pola kaderisasi instan yang diterapkan di tubuh PMII UIN Suska tidak lagi cocok diterapkan. Hal ini mengingat banyak sekali jumlah kader PMII di UIN Suska namun sangat sedikit yang punya militansi terhadap organisasi. Maka dari itu kami berusaha melakukan terobosan baru untuk mengantisipasi persoalan itu demi kejayaan PMII Komisariat UIN Suska."(Jum'at/07/09/2018).
Beliau juga berkata bahwa organisasi pergerakan PMII harus selalu aktif dalam menggerakkan poros pergerakan mahasiswa untuk selalu memegang teguh fungsi dan kewajibannya sebagai agen solver, agen of change, agen control dan agen sosial.
Mapaba ini merupakan mapaba pertama dalam tahun akademik 2018/2019 yang dilaksanakan oleh PK PMII UIN Suska Riau dan akan ada beberapa gelombang mapaba lagi yang akan dilaksanakan oleh beberapa Pengurus Rayon PMII dibawah naungan PMII Komisariat UIN SUSKA Riau. (Rzf/MP)
PMII UIN SUSKA - Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh nikmat dan keberkahan serta bulan yang penuh akan hikmah dan pelajaran bagi yang berfikir akan ia.
Di bulan ramadhan kita semua diajarkan untuk merasakan bagaimana susahnya kehidupan saudara-saudara kita di luar sana, di bulan ramadhan ini kita semua diajak untuk berfikir sudah berapa banyak kah kita bersyukur akan nikmatnya.
Bersamaan dengan itu maka disini PMII Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SUSKA Riau melaksanakan sebuah kegiatan sosial berupa buka bersama dan pembagian sembako teruntuk saudara-saudara kita para fakir dan anak yatim di lingkungan kota pekanbaru.
Acara ini dilaksanakan pada tanggal 07 Juni 2018, di Cafe Bakatuntang jl.Garuda Sakti KM. 2, Kelurahan Tuah madani Kec. Tampan Kota Pekanbaru.
Ardi Gustari selaku ketua penitia mengatakan bahwa kegiatan ini semata-mata dilaksanakan sebagai sebuah implementasi dari semangat ramadhan dan semangat pergerakan dari kader-kader PMII Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
Ardi Gustari juga menghimbau kepada seluruh kaum muda siapapun dan di manapun untuk sama-sama bahu-membahu untuk membangkitkan semangat kepedulian sosial terhadap lingkungan masyarakat sekitar guna terbentuknya lingkungan masyarakat yang sejahtera.
acara ini juga mendapat suport dari masyarakat dan beberapa organisasi kepemudaan seperti IKA PMII Kota Pekanbaru dan Garuda KPPRI Kota Pekanbaru,
oleh: Ardi Gustari Media Pergerakan: PMII UIN SUSKA
Media Pergerakan: foto taken by. Al-Amin
Hari ini 1 juni 2018 merupakan
sebuah hari bersejarah. Hari dilahirkannya sosok ksatria yang bernama Pancasila
dengan lima silanya yang menjadi idelogi pokok pemersatu Indonesia. Namun faktanya
sekarang banyak rakyat Indonesia yang lupa akan satrianya banyak rakyat Indonesia
yang lupa akan kesaktiannya. Dengan alas an kami umat islam sebagai umat islam
harus memegang teguh syari’at islam karena pancasila bukan berasal dari agama
islam maka pancasila tidak pantas diikuti sebagai penuntun landasan pemikiran. Hal
ini jelas dan sangat jelas merupakan sebuah perspektif yang salah kaprah dan
ini adalah tuduhan yang tak masuk akal.
Coba kita perhatikan secara
seksama lima sila dari Pancasila 1) ketuhanan yang maha esa 2) Kemanusiaan yang
adil dan beradab 3) Persatuan Indonesia 4) Kerakyatan yang di pimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sudah jelas toh apakah ada yang
bertentangan dengan islam? Dalam ajaran islam mengatakan bahwa Allah itu esa,
islam juga mengajarkan akan keadilan, islam juga mengajarkan akan pentingnya
persatuan, islam mengajarkan kita untuk bermusyawarah lantas manakah yang
berbeda? Jelas ini sejalan dengan ajaran islam dan itu pasti karena yang
menyusun dan merumuskan pancasila sebahagian besar adalah ulama-ulama kita (orang
islam) yang jelas kapasitas keilmuannya. Lantas kita sebagai generasi muda
dengan seenak jidatnya menggeneralisir bahwa pancasila itu taghut pancasila itu
bukan dari ajaran islam.
Apakah ini namanya bukan kurang
ajar atau memang terlewat diajar? Dimana letak penghargaan kalian dengan
ulama-ulama sepuh terdahulu? Apa kalian lupa sahabat. Kita terlahir dengan
islam bukanlah secara kebetulan itu semua butuh proses. Ingat tanpa perjuangan
ulama-ulama terdahulu kita tidak akan pernah mencium baunya islam di bumi
nusantrara ini, bahkan mungkin kita tak akan pernah terlahir dari Rahim ibu
yang muslim seperti saat ini.
Maka dari itu kita sebagai kaum
muda Indonesia terutama yang beragama
islam seharusnya faham betul dengan nilai-nilai pancasila. Ingatlah sahabat
agama bukan hanya sekedar syari’at namun lebih dari semua itu sahabat. Mari sama-sama
kita hayati bersama ghirah semangat perjuangan islam dan kebangsaan yang terpatri
di dalam lima sila Pancasila. Mari bersama kita jaga NKRI supaya tetap rukun
aman dan tentram. “Selamat hari lahir Pancasila”. (mp/rzf)
Media Pergerakan: Foto dari facebook maslahuddin elsiaki
Khauf
Guntur itu sampai menusuk jiwa.!!!
Terdampar menggemuruh pada langit - langit pertiwi,
memoles jingganya mega menjadi lukisan tangan - tangan izroil
di hujung perampokan nyawa-nyawa kelana yang bertebar di jagad Nusantara.
Apa yang sedang engkau pikiran saudara! ??
tidak kah engkau pandangi begitu indahnya harmoni perbedaa ini?
Tetap mu kian nanar di penghujung usia. Anggap mu benar... Merasa benar, hingga tiada kebenaran selain mu dan tiada yang benar selain kamu.
Laksana pemabuk yang merindu singgasana surga...
Bermimpi membangun firdaus di tengah - tengah kedalaman jurang jahannam yang menyala-nyala.
Media Pergerakan: pmii uin suska. image taken by. Muhammad Idris
Hidup merupakan sebuah pilihan,
dan pilihannya Cuma 2 yakni melarat atau bahagia. Begitu juga dengan berPMII,
berPMII merupakan sebuah pilihan dan pilihannya juga ada dua, berproses dengan
baik atau anda akan tersesat dan menyesal selamanya. Demikianlah analogi simpel
dari sebuah kehidupan berorganisasi.
Kita semua adalah pemimpin, namun
yang membedakan kita cuma level dan tingkatan saja. Ada yang diamanahkan
memimpin Negara, ada yang diamanahkan memimpin daerah, ada yang diamanahkan
menjadi pemimpin kampung, ada yang diamanahkan menjadi pimpinan kelompok dan
yang paling simpel adalah menjadi pemimpin bagi diri sendiri.
Ada banyak proses yang harus
dilalui untuk menjadi seorang pemimpin yang cakap. Salah satu cara untuk
melatih kepemimpinan adalah dengan berorganisasi. Orang yang aktif di
organisasi pasti memiliki satu nilai (+) ketika iya menjadi seorang pemimpin
ketimbang orang yang tidak punya basic organisasi. Karena di dalam sebuah
organisasi, apalagi sekelas PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) disana
kita akan dihadapkan dengan banyak sekali dinamika-dinamika yang menuntut untuk
diselesaikan, ini merupakan salah satu bentuk penndewasaan sikap dan pola fikir
seseorang. Apabila kita berhasil melewati dinamika-dinamika tersebut dengan
baik. Maka, otomatis kita pasti siap ketika dihadapkan dengan berbagai
problematika dalam sebuah kepemimpinan.
Namun terlepas dari masalah
proses tadi, ada banyak orang yang salah dalam menanggapi sebuah proses.
Terutama ketika mereka menghadapi sebuah dinamika-dinamika organisasi. Beberapa
orang terbiasa memanfaatkan dinamika yang terjadi dalam sebuah organisasi
sebagai ajang memperkaya diri dan memenuhi ambisi-ambisi pribadi. Disinilah awal
mula munculnya embrio virus yang kelak akan menggerogoti mental dan pola fikir
mereka yang terlanjur terlena akan kenikmatan-kenikmatan sesaat.
Berangkat dari permasalah salah
makna dalam berproses tadi sangat erat kaitannya dengan kondisi-kondisi para
pejabat Negara yang saat ini sibuk berpolemik dengan permainan uang panas. Yang
berujung ke meja hijau KPK dan jeruji besi. Namun walaupun demikian, itu semua sepertinya
tidak memberikan efek jera yang cukup signifikan bagi teman-teman pejabat dan
ASN. Karena mereka sudah terlalu keras untuk dipecahkan dan terlalu licin untuk
ditangkap. Mengapa demikian?....hal ini diakibatkan karena mereka telah melalui
berbagai proses pembiasaan pada dinamika dan problematika organisasi yang telah
mereka jalani sebelumnya. Sehingga otak-otak mafia dan pola fikir materialistis
dan kapitalis yang telah mengkristal di diri mereka membuat suara hati nurani
mereka hilang tak berbekas bagaikan ditelan bumi.
Jadi jangan disalahkan apabila
kasus korupsi di negeri ini semakin menjamur karena itu semua merupakan sebuah
efek pembiasaan. Dari sejak dini mereka telah terinfeksi dengan pola-pola
meterialis yang menjadikan tujuan hidup mereka selalu berorientasi kepada nilai
kebendaan dan kegiatan untuk mencari keuntungan-keuntungan pribadi dari setiap
kesempatan yang mereka dapatkan dalam sebuah organisasi. Jadi, salah satu cara
untuk membasmi korupsi di negeri ini adalah dengan memutus mata rantai
pembiakan korupsi itu sendiri dari jenjang yang paling dasar seperti dalam
dunia organisasi terutama organ-organ kemahasiswaan. Namun sampai saat ini sangat sulit untuk memutus
mata rantai dan simpul-simpul pola meterialis kapitalis di dunia organ
kemahasiswaan ini. Termasuk di Tubuh organ PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia) terkhusus Kota Pekanbaru.(mp/rzf)
Oleh: Rizal Muhammad Al-Husaini Media Pergerakan: PMII UIN SUSKA
Media Pergerakan: foto taken by. Iin Nopika Fitri
Dalam hidup ini, selalu saja ada berbagai probelmatika yang datang silih berganti. Selesai satu datang dua, selesai dua datang tiga dan seterusnya. Namun itu semua bukanlah sebuah alasan untuk menyerah begitu saja.
Manusia diciptakan sebagai makhluk yang diberi kelebihan akal fikiran dan perasaan. Sehingga ketika ia mengahadapi sebuah problem, maka otomatis ia akan berfikir untuk menyelesaikannya. Walau terkadang usaha penyelesaian itu seperti tak pernah menemui titik temu. Dan ini tak khayal menjadi sebuah dilematika kompleks bagi setiap individu yang mengalaminya.
Ketika kita berbicara tentang sebuah problem. Pastinya akan muncul beberapa spekulasi. Dan yang paling sering muncul adalah perdebatan antara yang benar dan yang salah. Kedua kata ini merupakan sebuah peristiwa yang sangat sulit untuk ditemukan titik temu diatara keduanya. Karena ia bersifat dinamis sesuai dengan pribadi individu yang menaknai problematika itu.
Benar atau salah memang selalu menjadi sebuah punca masalah. Ketika seseorang mengatakan dirinya benar, itu sah-sah saja karena iya mempunyai hak untuk menyatakan kebenaran itu, berdasarkan perspektif dan sudut pandangnya sendiri. Begitu juga sebaliknya setiap orang juga punya hak untuk menyatakan sesuatu itu salah berdasarkan sudut pandangnya pribadinya. Namun disini masalahnya adalah ketika keduanya sama-sama keras. Maka keduanya atau salah satunya pasti ada yang hancur menjadi abu.
Disinilah dibutuhkan adanya kelembutan dan kelapangan dada. Supaya bisa ditemukan titik temu dari kedua pernyataan tersebut. Namun tak banyak orang yang sadar akan hal ini. Kebanyakan mereka selalu menghadapi sebuah problem dengan keras hati. Sehingga bukan perdamaian yang mereka dapatkan. Namun justru perpecahan.
Sahabat, sebuah kebaikan tak akan pernah berdiri dengan mudah. Namun jangan jadikan kesulitan ini untuk selalu berkeras hati. Karena itu bukanlah solusi. Ya Allah Ya Nurul Qalbi, terangilah, lapangkanlah, bersihkanlah hati kami. Dengan kelembutan Cahayamu. (mp/rzfa)
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan berbagi macam produk-produk
ekspor mentahnya baik minyak, gas, dan barang tambang lainnya. Akan tetapi
mengapa dengan berbagai kelebihan dan kekayaan yang melimpah ini pembangunan di
provinsi riau cenderung tidak merata dan bahkan beberapa bentuk pembangunan
terutama fasilitas-fasilitas public berupa jembatan, pelabuhan, bendungan dll.
Hanyalah sebagai symbol atau jalan untuk mencairkan pundi proyek yang
ujung-ujungnya mangkrak dan terbengkalai begitu saja. Ini baru dari segi
fasilitas, jika kita melihat dari segi penegakan hukum dan pelayanan sosial
kita akan menemukan berbagai kesalahan seperti masih maraknya pungli
dimana-mana, korupsi, dan berbagai perizinan-perizinan yang cacat namun
dibiarkan seperti halnya tempat-tempat hiburan malam yang sering nakal namun
seperti tidak ada tindak lanjut dari para aparat penegak hukum sendiri. Begitu
juga dengan maraknya banci-banci yang bertebaran di beberapa tempat sepanjang
jalan Kota Pekanbaru seharunya ini dilakukan tindak lanjut namun sepertinya
aparat penegak hukum hanya terdiam seribu kata. Apakah sudah ada kong kalikung
dibalik ini semua atau bagaimana? Tentunya hal ini akan membuat miris bagi
mereka yang berfikir akan hal ini.
Berkaca dari fenomena diatas
maka muncul pertanyaan dimanakah peran kaum muda dan mahasiswa yang katanya
adalah sebagai agen of change dan agen social control. Kemanakah mereka? para
kaum muda. Para kaum muda kita banyak disibukkan dengan pergulatan dunia
akademik yang tiada habisnya dan asyik di nina bobokkan oleh gadget-gadget yang
selalu menjadi teman setia mereka. Sehingga mereka tak sadar telah lupa dengan
permasalah dan realita sosial yang terjadi di sekitar mereka. Nah lantas
bagaimanakah solusinya untuk membangkitkan dan menyadarkan jiwa-jiwa yang telah
terlanjur nyaman di sana.
Jika kita menghitung mundur dari
tahun 1998 ke beberapa puluh tahun silam maka kita akan melihat pergerakan
nyata dari mahasiswa terhadap berbagai permasalah dan realita social yang
terjadi di Negara Indonesia. Namun jika kita menghitung keatas dari tahun 1998
sampai tahun 2018 maka kita akan mendapati bahwa pergerakan dan respon
mahasiswa terhadap realita sosial di masyarakat mulai meredup apakah gerangan
kiranya yang menyebabkan hal ini. Disini kita akan mengupas sedikit demi
sedikit penyebabnya.
Ada banyak penyebab dari
kemunduran gerakan dan peran mahasiswa terhadap realita social yang terjadi di
masyarakatdiantaranya adalah: pesatnya
arus globalisasi yang menyebabkan munculnya pola hidup hedonis, perkembangan
iptek, dan pola akademik kampus itu sendiri.
Sebelum kita membahas lebih jauh
mengenai bagaimana cara membangkitkan jiwa dan semangat mahasiswa untuk peka
terhadap permasalahan dan kondisi realita social di sekitarnya maka alanglah
baiknya kita sentil sedikit fenomena mahasiswa di dunia akademik kampus,
Terutama yang ada di Pekanbaru. Di kota pekanbaru ada banyak kampus dan
universitas besar seperti UIN SUSKA, UR, UIR, UMRI, UNILAK dll. Yang pastinya
disana ada cukup banyak mahasiswa didalamya. Namun itu semua seperti parang
tumpul yang selalu terlempar ketika digunakan untuk menebang pohon yang artinya
mahasiswanya banyak namun mereka tak punya cukup waktu untuk membahas dan mengenali
permasalahan dan ralita social di sekitar mereka sehingga mereka selalu merasa
jenuh dan mencari pelarian lain untuk mengisi kejenuhan mereka denga bersemedi
bersama gadget-gadget mewah mereka.
Selain itu di keseharian mereka
di kampus sangat jarang ada dosen yang mau membangkitkan semangat mahasiswanya untuk
peka terhadap permasalahan dan realita sosial yang terjadi di sekitarnya. Kebanyakan
dosen-dosen di kampus terkhusus Riau terlalu memaksakan mahasiswanya untuk
terpatok kepada prestasi akademik tanpa menghiraukan sisi kepekaan sosial yang
seharusnya menjadi aspek yang wajib dimiliki mahasiswa dan kaum muda itu sediri. Sehingga
jangan salahkan mahasiswa jika hanya sedikit mereka yang peka terhadap
permasalahan dan relita sosial di masyarakat karena sejatinya rumah mereka sendirilah
yang telah mengekang kreatifitas mereka.
Memang sulit untuk merubah pola
yang sudah mendarah daging namun yakinlah itu semua bisa dirubah namun tidak
akan bisa seinstan yang kita bayangkan semuanya butuh proses dan proses itu
adalah dari diri kita sendiri.
Sadarlah duhai kaum muda,
sadarlah duhai mahasiswa, sadarlah banyak saudaramu yang merintih kesakitan
disana, sadarlah sahabatku bumimu yang kau pijak menjerit setiap hari karena
tanahnya dikeruk oleh tikus-tikus nakal berdasi. Salam pergerakan.(mp/rzfa)
PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) merupakan sebuah
organisasi kemahasiswa yang berdiri sejak 17 April 1960 di Surabaya. Berdirinya
PMII merupakan hasil buah pemikiran prakarsa 13 orang mahasiswa Nahdlotul Ulama
yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Sulawesi, Jawa,
Kalimantan dll. Salah satu tujuan di dirikannya PMII adalah sebagai wadah
penyalur aspirasi para mahasiswa Nahdlotul Ulama, yang sebelumnya dirasa kurang
terakomodir dan selain itu berdirinya PMII merupakan Sock Terapi terhadap
pergolakan dunia perpolitikan di Indonesia pada masa itu.
PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) merupakan sebuah
organisasi kemahasiswaan yang independen terlepas dari berbagai intrik-intrik
lembaga politik di tanah air. Dengan sikap independensi ini maka PMII menjadi
sebuah lembaga yang sangat leluasa bergerak dalam melakukan perubahan dan kontrol terhadap situasi
bermasyarkat dan bernegara di Indonesia.
Kehadiran PMII
(Pergerakan Mahasiswa Islam Indonsia) sejak tahun 1960 telah banyak memberikan
warna terutama dalam menghiasi dinamika kampus di seluruh indonesia.
PMII sebagai
sebuah perkumpulan para mahasiswa tradisionalis berperan aktif dalam
mempertahankan budaya, nilai dan norma kehidupan yang telah ada sejak dahulu.
Tradisionalis memang identik dengan budaya lama namun berkat kehadiran PMII
makna tradisionalis disini telah tergeneralisasi menjadi lebih modern dengan
sampul-sampul yang menggiurkan mata. Sehingga ketika orang melihat budaya dan tradisi bukanlah lagi
sebagai hal yang jumud dan jadul melainkan sebagai bagian dari kehidupan
modern. Hal ini sesuai dengan kaidah yang masyhur di kalangan warga NU yakni
Al-Muhafadzatu ‘ala qadimishalih wal al-akhzu bil jadidil aslah (mempertahankan
sesuatu yang baik dari masa lalu dan mengambil sesuatu yang lebih baik dari
masa depan).
Sebagai aggota
dan Kader PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), seharunya berperan aktif
dalam mempertahankan budaya, nilai, norma dan agama islam yang berlandaskan
ahlussunnah wal jama’ah di lingkungan masyarkat dan kampus. Namun kenyataannya
hal ini sedikit mengalami pergeseran akibat dari ulah nakal segelintir opnum
yang tidak bertanggung jawab. Tujuan pmii di poles sedemikian rupa untuk
mencapai nafsu-nafsu nakal mereka yang mendewakan material sebagai landasan
hidup. Hal ini tentu saja akan menimbulkan dampak negative bagi perkembangan
dan kemajuan organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Karena, iya akan
merusak segala bentuk tatanan yang telah tersusun rapih didalam tubuh organ
PMII.
Memang pola-pola pragmatis materialis ini juga terkadang
dibutuhkan namun jika pola ini telah menjadi patokan bagi setiap individu
didalam sebuah organisasi terutama PMII. Pasti akan berdampak negative
sebagaimana yang telah saya sampaikan diatas. Individu yang mendewakan sistem
materialis biasanya akan mengahlalkan segala cara guna mecapai tujuannya
walaupun iya harus bekerjasama dengan setan sekalipun maka iya pasti akan
melakukan asal segala tujuannya tercapai. Kemudian ia berdalih ini semua saya
lakukan demi memajukan PMII namun iya tak sadar dengan apa yang iya lakukan
sebenarnya telah mengakibatkan muncul sebuah bom waktu didalam rumah besar-Nya.
Hal ini jelas sangat bertentangan dengan tujuan utama pmii yakni: Membentuk
Pribadi Muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur,
berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya Serta komitmen
memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
PMII Sebagai Organ Kemahasiswaan memiliki pola pergerakan
yang jelas sebagaimana tercantum didalam AD/ART PMII. Namun dewasa ini AD/ART
itu seperti hanya sebagai bunga panjangan rumah yang Cuma dilihat saja. Namun
tidak didiimplementasikan dalam prakteknya. Sungguh miris bukan?
Ber-PMII bukanlah sebuah hal yang mudah, ber-PMII bukanlah
hanya sekedar masuk mendaftar menjadi anggota, ber-PMII bukanlah hanya sekedar
untuk menambah relasi dan mencapai tujuan pribadi. Namun ber-PMII adalah sebuah
pilihan berat. Mengapa saya katakana berat? Karena, sejatinya dengan ber-PMII
kita telah memasuki medan Jihad yang butuh akan kesabaran, ketekunan dan
keikhlasan bagi setiap kita yang telah menentukan pilihan untuk ber-PMII. Oleh
karena itu mari kita berproses dengan baik, nikmati setiap dinamika yang
terjadi lapangkan dada teguhkan hati semoga tuhan memberi keberkahan pada
setiap pilihan kita. Salam Pergerakan.(mp/rzf)
Pada tanggal 17 April 1960 silam di Kota
Pahlawan, Surabaya, sekelompok mahasiswa nahdliyin membentuk sebuah organisasi
kemahasiswaan yang diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, yang
disingkat PMII. Sebagai suatu organisasi kaderisasi. PMII tak henti-hentinya
terus melakukan kaderisasi di kalangan mahasiswa untuk melahirkan dan membentuk
kader-kader menjadi pribadi Muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT,
berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmunya
serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia (AD/ART PMII,
tujuan PMII).
Berangkat dari tujuan PMII tersebut, secara
langsung maupun tidak, PMII mencetak generasi muda yang akan memegang estafet
kepemimpinan bangsa. Nilai-nilai kepemimpinan mesti tertanam dalam setiap kader
PMII sebagai tanggung jawab untuk mengemban amanah kepemimpinan bangsa kedepan.
Karakter dan sikap pemimpin yang dibutuhkan bangsa saat ini sudah terkonsep
jelas dalam tujuan PMII yaitu Terbentuknya pribadi Muslim yang bertaqwa kepada
Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan
ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Oleh
karena itu dalam regenerasi kepemimpinan bangsa, kader-kader PMII menjadi layak
dan bahkan sangat layak untuk turut andil di dalamnya.
Tidak hanya dalam tujuan PMII, dalam tiga slogan
PMII juga menjadi isyarat bahwa kader PMII adalah leader stock yang ideal untuk
bangsa Indonesia ke depan. Yang sudah dikonsep menjadi Tri-Logi yang Pertama
adalah Tri-Motto yaitu “Dzikir, Fikir dan Amal Shaleh”. Bahwa seorang pemimpin
harus senantiasa berdzikir mengingat Sang Pemberi amanah, Allah SWT sebagai
pengingat dan pengawas diri di saat menjalankan tanggung jawab kepemimpinan
(khalifah fil ardh). Seorang pemimpin juga harus memiliki daya fikir atau
intelektual yang memumpuni sebagai modal dalam menggunakan strategi dan
menentukan keputusan. Dari itu seorang pemimpin harus memiliki semangat beramal
shaleh baik shaleh ritual maupun shaleh sosial. Ketiganya adalah bagian yang
tak dapat terpisahkan dan menjadi karakter serta sikap pemimpin yang ideal.
Kedua, Tri-Komitmen yaitu “Kejujuran, Kebenaran
dan Keadilan”. Saat ini bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang jujur
berucap dan bersikap. Bangsa Indonesia juga membutuhkan pemimpin yang bertindak
pada garis kebenaran. Dan bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang adil dalam
mengambil keputusan.
Ketiga, Tri-Khidmat yaitu “ Taqwa, Intelektual
dan Profesional”. Ketaqwaan pemimpin menjadi hal yang mendasar karena berbicara
tentang ibadah, baik ibadahnya kepada Tuhan (hablul minallah) maupun ibadah
sosial (hablul minannas). Intelektual sebagai basis fikir dimana pemimpin mesti
memiliki ilmu kepemimpinan. Dan Profesionalitas dimana pemimpin harus
profesional dalam menjalankan tugas kepemimpinannya.
Dari penjelasan tiga slogan di atas dengan
kaitannya tentang kepemimpinan maka PMII menjadi penyedia leader stock untuk
memimpin bangsa kedepan. Oleh karena itu, kader-kader PMII tidak hanya serta
merta memahami tiga slogan di atas secara konseptual, tetapi juga mampu
dijewantahkan dalam ruang praktikal. Sikap dan karakter kepemimpinan yang
dibutuhkan bangsa saat ini dan kedepan telah ada di dalam PMII itu sendiri,
tinggal bagaimana menanamkannya kepada kader.(rzf/mp).
Pada tahun 1990-an, KH Abdurrahman Wahid (Ketua Umum PBNU saat itu), Mahbub Djunaidi (Ketua Umum PMII pertama) memiliki pandangan yang hampir sama tentang PMII dan NU. Mereka berdua, meminta para alumnus pergerakan agar mendermabaktikan kemampuannya di NU dalam berbagai tingkatan.
Awal bulan ini, Jumat 2 Februari, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan PB Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Puteri (Kopri) bersilaturahim kepada Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj yang didampingi Ketua PBNU Robikin Emhas.
Sebelum PMII menyampaikan maksud dan tujuannya, Kiai Said telah membuka pembicaraan lebih dahulu. Isinya hampir sama dengan apa yang dikatakan Gus Dur dan Mahbub. Kiai Said menekankan agar PMII menjadi bagian yang mempersiapkan NU pada seratus tahun kedua dengan segenap kemampuan mereka.
Saat ini, PMII tengah dipimpin Agus M. Herlambang yang terpilih pada Kongres ke-19 di kota Palu, Sulawesi Tengah pada Mei tahun lalu. Ia memimpin organisasi pergerakan masa khidmah 2017-2019.
Lalu, bagaimana kesiapan PMII untuk memenuhi permintaan dari NU itu? Abdullah dari NU Online mewawancarai Agus M. Herlambang di PBNU Jumat 2 Februari. Berikut petikannya:
Program dan fokus PMII periode ini bagaimana?
Orientasi kita adalah menyebarkan Islam Ahlussunah wal-Jama’ah di kampus. Kita sudah diskusi dengan Kiai Said terkait bagaimana kita bisa merebut ruang di generasi milenial, perkotaan khususnya mahasiswa. Jadi, seperti konten Islam Nusantara itu kita coba perkenalkan di generasi milenial. Itu satu.
Bagaimana caranya PMII untuk menyebarkan dan memperkuat Aswaja di kalangan mahasiswa itu?
Satu, ya menyederhanakan kurikulum materi Aswaja di kampus, kita mencoba mengadaptasi bagaimana Aswja itu bisa diterima di generasi milenial. Satu, dengan penyebaran melalui media-media modern misalkan dengan YouTube dan di media sosial. Jadi instrumen itu yang kita pakai untuk masuk ke generasi milenial. Jadi selama ini Aswaja tidak dipahami secara holistik.
Sudah terbentuk timnya?
Iya. Iya, konsentrasi di periode kita di situ.
Targetnya produktivitasnya akan seperti apa tim itu? Atau alat ukur keberhasilan kinerjanya bagaimana?
Nah, ukuran keberhasilan, maka kita bikin pilot project di sepuluh kampus (dia menyebut sepuluh kampus yang menjadi pilot project itu di Sumatera, Jawa).
Di sepuluh kampus itu PMII hidup?
Hidup, tapi belum maksimal; makanya kita upayakan untuk memaksimalkan sepuluh kampus itu.
Selama ini penerimaan mahasiswa terhadap PMII di kampus-kampus umum? Apakah biasa-biasa saja, menurun atau meningkat?
Sejak adanya pilot project itu, karena pilot project itu, jadi PB PMII langsung koordinasi dengan ketua komisariat di kampus itu, maka rekrutmennya meningkat seratus persen. Itu yang pertama, yang kedua, variasi kader yang masuk itu kan di kampus umum itu biasanya di rumpun humaniora, sekarang sudah masuk di rumpun eksak. Jadi, anak-anak kedokteran sudah mulai banyak, anak-anak teknik juga mulai banyak.
Faktornya apa?
Ya itu, pola rekrutmen yang kita bikin pilot prject dan penyederhanaan materi Aswaja. Cuma butuh masif dan bantuan PBNU. Selama ini, kita berdebat soal Aswaja di wilayah teologis dan wujud praksisnya tidak kelihatan untuk anak-anak umum; beda dengan anak-anak di kampus agama yang notabene lulusan pesantren.
Ada cara lain tidak dari PMII untuk menarik mahasiswa baru; misalnya tidak hanya melulu melalui masalah keagamaan, tapi melalui kesenian, ekonomi, dan lain-lain?
Saya kemarin diskusi dengan Menristek, karena ruang-ruang keagamaan juga sudah dikuasai beberapa OKP di luar PMII, kita ditugasin bikin UKM baru, yaitu UKM ekonomi kreatif dengan menggunakan media digital sebagai market.
Kembali ke pertanyaan pertama, konsentrasi PMII memperkuat Aswaja di kampus, yang kedua itu apa?
Kita memfasilitasi kader untuk mempersiapkan kader mengikuti tes seleksi beasiswa ke luar negeri. Kita akan mengirim kader-kader dengan mempersiapkan kemampuan bahasa Inggrisnya dan tes potensi akademiknya. Itu yang kedua. Yang ketiga, mendorong kader dengan mengembangkan ekonomi kreatif berbasis digital. Kita lagi kembangin aplikasi PMII untuk ruang kader yang memiliki jiwa enterpreneur untuk menjual prodaknya dan buat berinteraksi dengan sesama kader. Yang keempat kita memulai menyebarkan Islam Nusantara ke tingkat internasional dengan akan mengagadakan konferensi tingkat dunia. Kita juga mengirim beberapa kader untuk acara mereka. Itu sih empat orientasi PMII saat ini.
Konferensi itu untuk mahasiswa tingkat dunia?
Ya, mahasiswa dan pemuda.
Dengan komposisi kepengurusan sekarang ini, PMII yakin bisa melaksanakan program itu?
Kita optimis karena di setiap elemen itu, kita punya indikator-indikator keberhasilan. Itu juga diputuskan berdasarkan pertimbangan sumber daya manusia yang kita miliki.
Per berapa bulan indikator itu dievaluasi keberhasilannya?
Kalau kita tiga bulan untuk mengevaluasi kinerja.
Untuk mencapai keberhasilan itu kan butuh berjamaah dari seluruh elemen PMII. Apa yang ingin Anda sampaikan kepada pengurus PMII di tingkat pusat sampai ke tingkat komisariat?
Saya berdiskusi dengan KIai Said bahwa PMII juga harus terlibat dalam menyongsong NU yang usianya akan 100 tahun. Karena itu PMII ditugaskan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk NU yang akan berusia 100 tahun, kemampuan dan potensi kader harus ditingkatkan, kemampuan bahasa asingnya, dan kompeten dalam bidang-bidang yang digelutinya di perkulian sehingga kader-kader PMII juga berprestasi secara akademik, di samping juga tetap berperan di kemaslahatan umat. Harus bersama-sama untuk mempersiapkan mengisi 100 tahun NU.
Lalu posisi gerakan PMII terkait advokasi masyarakat bawah untuk memenuhi hak-haknya?
Itu sebagian dari strategi; kalaupun dirasa masih diperlukan untuk turun ke jalan atau melakukan pendampingan masyarakat, kita tidak melarang kader untuk melakukan itu, bisa sebagai bagian alat perjuangan, tetapi sekali lagi itu tetap penting, tetapi yang harus dilakukan terlebih dahulu, sesuatu yang wajib itu pengembangan kapasitas diri di kampus, pengembangan Ahlussunah wal-Jama’ah di kampus. Artinya, itu alat perjuangan. Kita butuh rumusan advokasi; apa yang membedakan advokasi PMII dengan advokasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang lain. Itu juga harus terjawab secara komprehensif.